topbella

Selasa, 28 Desember 2010

Standar Proses Pendidikan dan Standar Penilaian Pendidikan

Didalam suatu Standar Proses Pendidikan dan Standar Penilaian Pendidikan.Standar Penilaian Pendidikan diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2007. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Sedangkan standar proses pendidikan dapat diartikan sebagai suatu bentuk teknis yang merupakan acuan atau kriteria yang dibuat secara terencana atau didesain dalam pelaksanaan pembelajaran
Dasar hukum yang mengatur standar proses pendidikan terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Komponen-komponen dalam Standar Proses Pendidikan:
1. Perencanaan Proses Pembelajaran
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
1. Pelaksanaan Proses Pembelajaran
Berikut ini syarat-syarat terlaksananya suatu proses pembelajaran.
1. Rombongan belajar
Jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan be¬lajar adalah:
1) SD/MI : 28 peserta didik
2) SMP/MT : 32 peserta didik
3) SMA/MA : 32 peserta didik
4) SMK/MAK : 32 peserta didik.
1. Beban kerja minimal guru
1) beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pem¬belajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksana¬kan tugas tambahan;
2) beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada 1) di atas adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
1. Buku teks pelajaran
1) buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh se¬kolah/madrasah dipilih melalui rapat guru dengan pertimbangan komite sekolah/madrasah dari buku¬buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri;
2) rasio buku teks pelajaran untuk peserta didik adalah 1 : 1 per mata pelajaran;
3) selain buku teks pelajaran, guru menggunakan buku panduan guru, buku pengayaan, buku refe¬rensi dan sumber belajar lainnya;
4) guru membiasakan peserta didik menggunakan buku-buku dan sumber belajar lain yang ada di per¬pustakaan sekolah/madrasah.
1. Pengelolaan kelas
3. Penilaian Hasil Pembelajaran
Penilaian dilakukan oleh pendidik terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dalam bentuk tertulis atau lisan, dan nontes dalam bentuk pengamatan kerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.
4. Pengawasan Proses Pembelajaran
Pemantauan
1. Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.
2. Pemantauan dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, dan dokumentasi.
3. Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh penyelenggara program, penilik, dan/atau dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
Supervisi
1. Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.
2. Supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi.
3. Kegiatan supervisi dilakukan oleh penyelenggara program, penilik, dan/atau dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
Evaluasi
1. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
2. Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara:
1) membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan pendidik dengan standar proses pendidikan kesetaraan,
2) mengidentifikasi kinerja pendidik dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi peserta didik.
1. Evaluasi proses pembelajaran memusatkan pada keseluruhan kinerja pendidik dalam proses pembelajaran.
2. Kegiatan evaluasi dilakukan oleh penyelenggara program, penilik, dan/atau dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.

Kinerja Pendidik dalam Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Tenaga pendidik dan kependidikan dalam proses pendidikan memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dipandang dari dimensi pembelajaran, peranan pendidik dalam masyarakat Indonesia tetap dominan sekalipun teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang amat cepat. Untuk memahami konsep manajemen tenaga pendidik dan kependidikan, kita terlebih dahulu harus mengerti arti manajemen dan tenaga pendidik dan kependidikan.
Kata Manajemen berasal dari bahasa Inggris, to manage yang artinya mengatur atau mengelola. Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasinal pasal 1 ayat 5 dan 6 yang dimaksud dengan tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisispasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Jadi manajemen tenaga pendidik dan kependidikan adalah aktivitas yang harus dilakukan mulai dari tenaga pendidik dan kependidikan masuk ke dalam organisasi pendidikan sampai akhirnya berhenti melalui proses perencanaan SDM, perekrutan, seleksi, penempatan, pemberian, kompensasi, penghargaan, pendidikan dan latihan/ pengembangan dan pemberhentian.
Tujuan Manajemen Tenaga Pendidik Dan Kependidikan
Tujuan manajemen tenaga pendidik dan kependidikan secara umum adalah:
1. Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja yang cakap, dapat dipercaya, dan memiliki motivasi tinggi
2. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang dimiliki oleh karyawan
3. Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur perekrutan dan seleksi yang ketat, sistem kompensasi dan insentif yang disesuaikan dengan kinerja, pengembangan manajemen serta aktivitas pelatihan yang terkait dengan kebutuhan organisasi dan individu
4. Mengembangkan praktik manajemen dengan komitmen tinggi yang menyadari bahwa tenaga pendidik dan kependidikan merupakan stakeholder internal yang berharga serta membantu mengembangkan iklim kerjasama dan kepercyaan bersama
5. Menciptakan iklim kerja yang harmonis
Tugas dan Fungsi Tenaga Pendidik Dan Kependidikan
Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Pasal 39: (1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. (2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Secara khusus tugas dan fungsi tenaga pendidik (guru dan dosen) didasarkan pada Undang-Undang No 14 Tahun 2007, yaitu sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat. Dalam pasal 6 disebutkan bahwa: Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Aktivitas Manajemen Tenaga Pendidik Dan Kependidikan
Perencanaan SDM merupakan awal dari pelaksanaan fungsi manajemen SDM. Perencanaan ini seringkali tidak diperhatikan dengan seksama. Dengan melakukan perencanaan ini, segala fungsi SDM dapat dilaksanakan dengan efektif efisien. Ada beberapa metode yang dapat dipakai dalam merencanakan SDM, antara lain:
1. Metode Tradisional
Metode ini biasanya disebut sebagai perencanaan tenaga kerja, semata-mata memperhatikan masalah jumlah tenaga kerja serta jenis dan tingkat keterampilan dalam organisasi.
Gambar: Metode Tradisional
2. Metode Perencanaan Terintegrasi
Dalam perencanaan terintegrasi, segala aspek yang penting dalam pembuatan dan pencapaian visi organisasi ataupun SDM turut diperhatikan. Dalam perencanaan terintegrasi segala perencanaan berpusat pada visi strategik. Visi tersebut kemudian dijadikan standar pencapaian.
Gambar: Metode Perencanaan Terintegrasi
3. Seleksi
Seleksi didefinisikan sebagai suatu proses pengambilan keputusan dimana individu dipilih untuk mengisi suatu jabatan yang didasarkan pada penilaian terhadap seberapa besar karakteristik individu yang bersangkutan, sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh jabatan tersebut. Tujuan utama seleksi adalah untuk mengisi kekosongan jabatan dengan personil yang memenuhi persyaratan yang ditentukan serta untuk membantu meminimalisasi pemborosan waktu, usaha, dan biaya yang harus diinvestasikan bagi pengembangan pendidikan para pegawai.
Dalam proses seleksi, kelompok pelamar harus melalui tiga tahapan proses, yaitu:
a. Pra Seleksi
b. Seleksi,
c. Pasca Seleksi, tahap dimana terjadi penolakan dan penerimaan pelamar yang melibatkan
daftar kemampuan pelamar, bagian personalia, pembuatan kontrak dan penempatan pegawai.

4. Manajemen Kinerja pendidik
Manajemen kinerja tenaga pendidik dan kependidikan meliputi:
a. Fungsi kerja esensial yang diharapkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan
b. Seberapa besar kontribusi pekerjaan pendidik dan kependidikan bagi pencapaian tujuan pendidikan
c. Apa arti konkrit mengerjakan pekerjaan yang baik
d. Bagaimana tenaga kependidikan dan dinas bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki maupun mengembangkan kinerja yang ada sekarang
e. Bagaimana prestasi kerja akan diukur
f. Mengenali berbagai hambatan kerja dan menyingkirkannya.
Sistem manajemen kinerja yang seperti apa yang akan kita gunakan tentunya akan sangat tergantung pada kebutuhan dan tujuan masing-masing organisasi. Adapun langkah-langkah kinerjanya adalah:
- Persiapan pelaksanaan proses
- Penyusunan Rencana Kerja
- Pengkomunikasian kinerja yang berkesinambungan
- Pengumpulan data, pengamatan dan dokumentasi
- Mengevaluasi kinerja
- Pengukuran dan penilaian kinerja.
5. Pemberian Kompensasi
6. Pengembangan Karier

Standar Pembiayaan Pendidikan dan Standar Pengelolaan Pendidikan

Yaitu standar yang membiayai proses belajar mengajar siswa selama satu tahun. Pembiayaan pendidikan terdiri atas seperti biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Biaya investasisatuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
1. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
2. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
3. Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
Kenyataan yang terjadi di indonesia, penyediaan sumber-sumber pendidikan khususnya anggaran pendidikan, masih mengalami hambatan. Alokasi dana pendidikan di Indonesia termasuk rendah dibandingkan dengan Negara lain di Asia Tenggara Anggaran pendidikan selama ini hanya dialokasikan dibawah 10% dari APBN, padahal dalam ayat 31 ayat 4 UUD 1945, secara jelas pemerintah mempunyai suatu kewajiban konstitusi untuk memprioritaskan anggaran pendidikan yang 20% dari APBN dan APBD itu untuk memenuhi kebutuhan penyelenggara pendidikan. Dampak rendahnya anggaran pendidikan di Indonesia adalah tidak meratanya kesempatan belajar bagi anak-anak Indonesia, khususnya anak-anak dari keluarga miskin dan kurang mampu.Pengalokasian dana pendidikanPermasalahan yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia adalah pemerataan, mutu, relevansi, efektivitas manajemen, dan manajemen pendidikan yang semuanya terkendala pada penggunaan anggaran / biaya yang dikeluarkan dan yang dilaksanakan setengah sentralistik dan setengah otonomi , dipandang kurang mendorong terjadinya demokratisasi pengelolaan pendidikan, terutama dalam kebutuhan pembiayaan pendidikan di daerah, sekolah, peserta didik dan pengelola pendidikan. Tujuan Manajemen Keuangan PendidikanDalam perspektif administrasi publik, tujuan manajemen keuangan pendidikan adalah membantu pengelolaan sumber keuangan organisasi pendidikan serta menciptakan mekanisme pengendalian yang tepat, bagi pengambilan keputusan keuangan yang dalam pencapaian tujuan organisasi pendidikan yang transparan, akuntabel danefektif.
Sumber-Sumber Biaya Pendidikan
Sumber pembiayaan merupakan ketersedian sejumlah uang atau barang dan jasa yang dinyatakan dalam bentuk uang bagi penyelenggara pendidikan.
Sumber-sumber pembiayaan pendidikan (penerimaan):
1. Sumber Dari Pemerintah Pusat dan Daerah
2. Sumber Dari Masyarakat
3. Sumber-Sumber Lain
Efisiensi dan efektivitas pembiayaan pendidikan
Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya.
Dalam dunia pendidikan, maka suatu pendidikan yang efisien dan efektif cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien dengan pengelolaan yang efektif.
Efektivitas biaya adalah kemampuan mencapai sasaran dan target sesuai dengan yang direncanakan. Efektivitas biaya suatu kegiatan yang menurut pasar yang berlaku dapat menyelesaikan program sesuai rencana.
a. Prinsip-prinsip untuk menilai efektivitas Menilai efektivitas yang berkaitan dengan problem tujuan dan alat untuk memproses input menjadi output.
b. System yang dibandingkan harus sama/ homogeny. Missal tingkat pendidikan, kecakapan, social ekonomi,dll.
c. Mempertimbangkan semua output. Missal jumlah siswa lulus dan kualitas kelulusan.
d. Korelasi diharapkan bersifat kualitas, hubungan antara alat proses dan output harus berkualitas.
Efisiensi adalah kemampuan menggunakan biaya dengan baik dan Hasil terkecil tepat. Pembiayaan dikatakan efisien manakala pencapaian sasaran atau target diperoleh dengan pengorbanan yang lebih kecil atau dengan biaya yang minimum.
Model-model pembiayaan pendidikan dalam perkembangan perencanaan dan penggunaan pembiayaan pendidikan dikenal model :
1. Model Sentralistik
Model ini menggunakan dua program yaitu pembangunan dan rutin
2. Model Desentralisasi
Perencanaan pembiayaan dilakukan ditingkat pusat dan daerah.
Bentuk-bentuk dana pusat Dan daerah terdiri dari Dana alokasi umum bersifat Blok Grant untuk mengatasi masalah ketimpang horizontal
Dana bagi hasil dana pertimbangan untuk mengetasi masalah ketimpangan vertical
Dana alokasi khusus sifatnya khusus atau Spesific Grant untuk memenuhi biaya khusus
Dana kontijensi adalah dana bantuan bagi daerah yang kekurangan anggaran dari DAU dan bagi hasil.
Dana Dekonsentrasi dan lintas daerah
Standar pengelolaan pendidikan Sebagaimana juga telah ditetapkan dalam UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 dan PP Nomor 19 Tahun 2005, dan lebih dijabarkan dalamPermendiknas Nomor 19 Tahun 2007 bahwa “setiap satuan pendidikan wajib memenuhi standar pengelolaan pendidikan yang berlaku secara nasional”, beberapa aspek standar pengelolaan sekolah yang harus dipenuhi adalah meliputi: (1) perencanaan program, (2) pelaksanaan rencana kerja, (3) pengawasan dan evaluasi, (4) kepemimpinan sekolah/madrasah, dan (5) sistem informasi manajemen.

Standar Kompetensi Lulusan

Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.
Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 23 Tahun 2006 menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Lampiran Permen ini meliputi:
 SKL Satuan Pendidikan & Kelompok Mata Pelajaran
 SKL Mata Pelajaran SD-MI
 SKL Mata Pelajaran SMP-MTs
 SKL Mata Pelajaran SMA-MA
 SKL Mata Pelajaran PLB ABDE
 SKL Mata Pelajaran SMK-MAK
Pelaksanaan SI-SKL Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2006 menetapkan tentang pelaksanaan standar isi dan standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.
Panduan Penyusunan KTSP
Buku Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah ini dimaksudkan sebagai pedoman sekolah/madrasah dalam mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, setiap sekolah/madrasah mengembangkan kurikulum berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) dan berpedoman kepada panduan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Panduan Penyusunan KTSP terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pertama berupa Panduan Umum dan bagian kedua berupa Model KTSP.
Satuan Pendidikan yang telah melakukan uji coba kurikulum 2004 secara menyeluruh diperkirakan mampu secara mandiri mengembangkan kurikulumnya berdasarkan SKL, SI dan Panduan Umum. Untuk itu Panduan Umum diterbitkan lebih dahulu agar memungkinkan satuan pendidikan tersebut, dan juga sekolah/madrasah lain yang mempunyai kemampuan, untuk mengembangkan kurikulum mulai tahun ajaran 2006/2007.
Bagian kedua Panduan Penyusunan KTSP akan segera menyusul dan diharapkan akan dapat diterbitkan sebelum tahun ajaran baru 2006/2007. Waktu penyiapan yang lebih lama disebabkan karena banyaknya ragam satuan pendidikan dan model kurikulum yang perlu dikembangkan. Selain dari pada itu, model kurikulum diperlukan bagi satuan pendidik yang saat ini belum mampu mengembangkan kurikulum secara mandiri. Bagi satuan pendidikan ini, mempunyai waktu sampai dengan tiga tahun untuk mengembangkan kurikulumnya, yaitu selambat-lambatnya pada tahun ajaran 2009/2010.
Perubahan Permen No 24 Tahun 2006
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 6 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

KINERJA PENDIDIK DALAM SUPERVISI PENDIDIKAN

dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia berusaha keras agar dapat menerapkan standar dalam menyelenggarakan pendidikannya. Tiap negara berlomba menetapkan kriteria minimal pada berbagai komponen strategis agar memenuhi standar mutu minimal sebagai modal dasar untuk mengembangkan persaingan. Keberhasilannya diukur dengan indikator-indikator yang paling strategis sehingga menggambarkan hasil nyata sebagai komponen utama penentu daya saing. Upaya meningkatkan mutu itu tidaklah mudah, demikian pakar mutu menyatakan kesungguhannya. Meningkatkan mutu perlu rumusan pikiran tentang apa yang hendak ditingkatkan, memilih bagian yang paling dibutuhkan pelanggan, dan menghasilkan produk kegiatan yang paling unggul di antara produk sejenis.
Oleh karena itu, peningkatan mutu memerlukan ide baru yang datang dari pikiran cerdas, selalu mengandung bagian yang berbeda dari yang ada sebelumnya, menghasilkan bagian yang lebih sempurna, lebih bermanfaat, lebih mempermudah sehingga lebih diminati. Mutu memerlukan waktu, proses dan ketelatenan untuk mewujudkan ide-ide baru dengan baik sejak awal.
Tiap langkah dalam mewujudkan mutu memerlukan disiplin untuk selalu memenuhi seluruh persyaratan pekerjaan agar hasil yang diharapkan terwujud. Dalam sebuah lembaga mutu yang baik lahir dari disiplin bersama, tanggung jawab bersama, dan komitmen bersama.
Apakah Supervisi?
Supervisi yang merupakan salah satu strategi untuk memastikan bahwa seluruh langkah pada proses penyelenggaraan dan semua komponen hasil yang dicapai memenuhi target.
Supervisi adalah strategi manajemen yang terdiri atas serangkaian kegiatan untuk memastikan bahwa mutu yang diharapkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan kegiatan, dan evaluasi memenuhi standar yang telah ditentukan.
Praktek supervisi selalu berubah seiring dengan tumbuhnya kesadaran para pemangku kepentingan untuk meningkatkan penjaminan mutu. Kesadaran akan pentingnya meningkatkan mutu terkait pada peran, fungsi, dan pembagian tugas dalam organisasi. Pelaksanaannya selalu terkait pada konsistensi lembaga, kegiatan akademik, profesionalisme, dan kesungguhan penyelenggara pendidikan akan pentingnya memastikan bahwa mutu yang diharapkan dapat terus terjaga sejak langkah perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauannya.
Tujuan Supervisi
Supervisi pendidikan bertujuan menghimpun informasi atau kondisi nyata pelaksanaan tugas pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan tugas pokoknya sebagai dasar untuk melakukan pembinaan dan tindak lanjut perbaikan kinerja belajar siswa. Tujuan lanjut adalah bermanfaatnya hasil akreditasi untuk melakukan perbaikan mutu.
Target puncak supervisi adalah berkembangnya proses perbaikan mutu secara berkelanjutan. Meningkatnya kebiasaan melaksanakan tugas sejak awal dengan mutu yang terukur, membiasakan tiap tahap pekerjaan jelas pula mutunya. Meningkatnya kejelasan pengaruh pelaksanaan tugas profesi terhadap hasil belajar siswa. Pada akhirnya supervisi menumbuhkan budaya mutu karena mutu itu adalah budaya yang selalu menjujung terget yang tinggi pada tiap langkah kegiatan.

Perkembangan Supervisi
Supervisi pada awalnya merupakan bagian dari aktivitas manajemen pemerikasaan atau inspeksi oleh pihak eksternal. Kepala sekolah harus menunjukkan bukti kinerja pelaksanaan tugasnya. Pendidik harus menunjukkan bagaimana membelajarkan siswa, menerapkan kurikulum, dan menyerap pelajaran. Pada decade ini tema memeriksa tertanam kuat dalam praktek supervisi.
Pada dekade awal abad kedua puluh, seiring dengan gerakan dalam bidang industri yang menerapkan model manajemen, supervisi semakin berrkembang dengan semakin berpusat pada siswa. Hal ini dipengaruhi oleh berkembangnya teori-teori kurikulum yang berkembang di Eropa seperti Friedrich Froebel, Johan Pestalozzi, Johan Herbart, serta filsuf Amerika terkemuka John Dewey. Pekembangan ini jelas sangat berpengaruh terhadap perkembangan sekolah.
Perkembangan lebih jauh dengan berkembangnya berbagai penelitian dalam bidang pendidikan, pengawasan sering terjebak pada kegiatan mengevaluasi guru secara ilmiah yang simultan dengan mengembangkan model pembelajaran yang mekanistis , mengulang, dan meningkatkan partisipasi untuk lebih meningkatkan ragam tanggapan siswa yang tumbuh dari rasa ingin tahu. Perkembangan ini telah menyebabkan meningkatnya standar persyaratan sistem pembelajaran. Pendekatan supervisi yang ilmiah telah memunculkan ketegangan psikologis guru yang cendrung lebih memperhatikan aspek pragmatis.
Paradigma mekanistik dibangun berdasarkan paradigma lingkungan yang berfokus pada empat komponen dasar, yaitu hubungan antara sistem alam dan sosial, mengintegrasikan nilai kemanusian dengan alam, menggunakan teknologi dalam mengembangkan alternatif, dan mengembangkan kegiatan pembelajaran dalam siklus kehidupan manusia. (Disinger, John F. – Roth, Charles E, 1992)
Sampai kini ketegangan antara pengawas dengan pendidik akibat dari pengawasan yang menggunakan pendekatan ilmiah tidak pernah pudar. Oleh karena itu berkembanglah pemikiran lanjut untuk mengembangkan supervisi dengan pendekatan yang lebih fleksibel, dialogis, kolaboratif, melibatkan hati secara alamiah, dan lebih komunikatif. Supervisi menjadi bagian dari usaha meningkatkan mutu penerapan kewenangan profesional.
Perkembangan selanjutnya adalah berkembangnya konsep supervisi klinis. Awalnya konsep itu dikembangkan oleh profesor Harvard Morris Cogan dan Robert Anderson serta mahasiswa pascasarjana mereka. Supervisi dan supervisi klinis mengintegrasikan unsur objektif dan ilmiah melalui pengamatan kelas yang bersifat kolegial, menekankan pada aspek pembinaan, serta didasari dengan perencanaan rasional, pelaksanaan yang fleksibel dengan pendekatan utama membantu memecahkan masalah yang terdapat pada pembelajaran siswa.
Tahun 1969 Robert Goldhammer mengusulkan pelaksanaan supervisi klinis dalam lima tahap, yaitu: (1) Pertemuan pra-observasi antara pendidik dan pengawas untuk menyepakati komponen-komponen kegiatan yang akan menjadi materi analisis; (2) observasi kelas; (3) catatan analisis supervisor untuk bahan kajian dari hasil observasi; (4) pertemuan pendidik dengan supervisor pasca observasi; dan (5) pertemuan para pengawas untuk membahas hasil pertemuan akhir dengan para pendidik.
Di samping itu, Cogan menegaskan bahwa pelaksanaan supervisi hendaknya berlangsung dalam hubungan kolegial, terfokus pada kepentingan guru dalam meningkatkan standar pembelajaran siswa, dan dengan sistem pengamatan yang tidak menghakimi.
Pada era tahun 1970-1980-an, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kurikulum berubah pandang dengan lebih menekankan pada struktur disiplin akademik. Tak lama setelah itu, perspektif baru yang berhasil dirumuskan dari produk penelitian dalam konteks pengembangan sekolah efektif dan kelas efektif, dan belajar efektif. Pada periode ini ini tercatat nama Madeline Hunter yang berhasil mengadaptasi hasil penelitiannya pada bidang psikologi belajar dengan memperkenalkan, quasi-ilmiah atau dikenal juga dengna istilah analisis konsteks. Quasi-eksperimen selanjutnya menjadi sangat populer dan berkembang menjadi metode penelitian dalam ilmu sosial.
Para akademisi selanjutnya mengikuti siklus sebagaimana Cogan dan Goldhamer rumuskan yaitu proses supervisi dilakukan secara dialogis dan replektif. Pendekatan supervisi ini kemudian banyak diterapkan. Lebih jauh pendekatan ini telah menjadi pemicu muncul model supervisi teman sejawat dengan difasilitasi hubungan kolegial antar guru dengan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK).
Meskipun supervisi klinis menjadi salah satu cara yang sangat efektif dalam membantu memecahkan masalah yang guru dalam memperbaiki pekerjaannya, namun mengingat jumlah guru yang semakin banyak maka pelaksanaannya memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang besar sehingga hal ini menjadi mustahil diperlakukan kepada semua guru.
Sejalan dengan berkembangnya kebutuhan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu siswa belajar dan peningkatan mutu guru.,Thomas Sergiovanni dan Robert Starratt (1998) mengembangkan sistem supervisi multi proses. Konsep ini menekankan akan pentingnya mengingkatkan mutu pengawas supaya dapat mendorong pertumbuhan mutu guru. Pelaksanaan supervisi dilakukan multi tahun serta multi proses. Sistem supervisi memperlakukan pendidik dan tenaga pendidik menigkatkan mutu profesinya dalam satu siklus yang terdiri atas bergai komponen kegiatan. Siklus dapat dikembangkan dalam 3 sampai 5 tahun, tergantung pada kebutuhan. Pendidik dan tenaga kependidikan mendapat perlakuan satu model atau banyak perlakuan formal, seperti evaluasi diri, supervisi teman sejawat, pengembangan kurikulum, penelitian tindakan kelas, lesson study (peningkatan mutu profesi melalui perbaikan mutu pelaksanaan tugas secara ilmiah), penelitian tindakan penerapan strategi pembelajaran baru, pemagangan, dan menggabung dalam proyek pembaharuan sekolah.
Sergiovanni and Starratt juga menegaskan pentingnya setiap tindakan itu memberikan dampak pada meningkatnya kemampuan profesi pada indikator yang terukur. Juga dari sisi ruang lingkup kegiatan terluas adalah membuka peluang pendidik dan tenaga kependidikan untuk berpartisipasi secara sengaja pada agenda pembaruan seluruh sekolah. Hal itu dimaksudkan agar dapat merangsang pertumbuhan kompetensi profesional supervisi dalam konteks sistem sekolah yang lebih besar.
Belakangan para ahli juga menemukan model perbaikan pelaksanaan tugas yang berbasis kepakaran guru dalam kegiatan lesson study yang sudah lama berkembang dan efektif digunakan Jepang dalam memperbaiki tugas profesinya dalam kelas. Yang menarik dari strategi ini, fokus kajian tidak berkonsentrasi pada masalah yang guru hadapi dalam kelas, namun lebih fokus pada indentifikasi keunggulan guru dalam mempengaruhi siswa belajar dalam kelas. Peningkatan diarahkan pada menambah kekuatan itu sehingga menjadi lebih berarti.
Kecenderungan dan Masalah Supervisi
Kecenderungan dapat dilihat dari perkembangan kegiatan supervisi di Indonesia selalu berkembang sejalan dengan berkembangnya konsep pada perkembangan global. Berbagai teori yang berkembang pada tataran internasional terus menjadi bahan kajian akademik di berbagai forum pengembangan mutu pendidikan di Indonesia. Masalahnya adalah dampak pada peningkatan mutu pembelajaran belum terukur hasilnya.
Supervisi belum menghasilkan data yang sebenarnya diperlukan untuk meningkatkan kinerja. Hingga kini sekolah belum dapat mengukur dan memilah berapa banyak pendidik yang bekerja di atas standar, pada taraf memenuhi standar. Jumlah guruyang under performance seringkali tidak diperoleh datanya dari supervisi, melainkan pada umumnya dari tingkat kehadiran dan keluhan siswa. Jadi, sampai saat ini pelaksanaan supervisi belum berfungsi sebagai instrumen peningkatan mutu yang optimal.
Pada era tahun 1960-an, kepala sekolah dan guru disupervisi dengan pendekatan isnspeksi. Pemeriksaan oleh pengawas menegangkan kepala sekolah dan pengawas. Kunjungan kelas pengawas merupakan kegiatan formal yang menakutkan. Pengawas, pada saat itu: penilik, masuk kelas memeriksa bagaimana guru mengajar, memeriksa sampai mana kurikulum diterapkan, dan menguji kompetensi siswa secara lisan. Hasil pemeriksaan merupakan nilai kinerja sekolah yang sangat bermakna terhadap masa depan karir mereka sehingga kepala sekolah maupun pendidik berkepentingan dengan hasil penilaian yang baik.
Kepala sekolah melakukan inspeksi terhadap guru sebagai wujud dari sistem supervise internal berlangsung setiap hari. Pendidik menyusun persiapan harian yang diperiksa dan ditandatangani oleh kepala sekolah. Tiap hari sebelum masuk kelas guru memeriksankan pesiapan mengajarnya dalam bentuk jurnal kegiatan harian sebelum masuk kelas.
Pada era tahun 1970-an-1980-an seiring dengan perkembangan konsep baru seperti yang dikembangkan Harvard Morris Cogan dan Robert Anderson, Robert Goldhammer yang menegaskan pentingnya supervise yang flesibel, kolegial, fokus pada standar mutu belajar siswa, sampai pada munculnya konsep pelaksanaan supervisi klinis pelaksanaan supervisi di Indonesia menganut model-model baru. Pada dekade ini inspeksi telah berubah menjadi supervisi yang lebih dialogis, kolaboratif, dan menekankan pada peningkatan kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran dalam kelas.
Tugas utama supervisi berada di tangan kepala sekolah. Tugas ini dikuatkan dengan bertambahnya jumlah pengawas sekolah yang diangkat oleh pemerintah untuk membantu sekolah. Namun sayang sekali penugasan pengawas ke sekolah tidak pernah di dukung dengan biaya yang memadai sehingga sebagian beban itu dari waktu ke waktu menjadi tanggungan sekolah. Akibatnya wibawa pengawas di sekolah terganggu dengan dampak psikologis kontribusi finansial sekolah kepada pengawas. Akibatnya, fungsi supervisi tidak berfungsi optimal.
Pada era tahun1990-an model supervisi klinis mulai terasa pengaruhnya di Indonesia. Kepala sekolah mulai mendapat pelatihan untuk melakukan kegiatan supervisi model ini. Bahkan karena besarnya hambatan psikologi guru untuk membuka masalah yang dihadapinya, menimbulkan kehawatiran muculnya padangan negatif di lingkungan kerja sebagai guru yang tidak berkemampuan, sebenarnya supervisi klinis tidak pernah berkembang baik pada banyak sekolah di Indonesia.
Terbitnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 telah mengubah kedudukan sekolah negeri yang disejajarkan dengan sekolah swasta. Oleh karena itu sekolah negeri juga harus diakreditasi sama dengan sekolah swasta. Kinerja sekolah yang dinilai dalam akreditasi adalah efektivitas kepala sekolah dalam melakukan akreditasi pendidik. Pada perkembangan terakhir kepala sekolah semakin menyadari bahwa supervisi merupaan strategi yang penting memonitor, menilai, membimbing, dan membina pendidik dan tenaga kependidikan sehingga melalui kegiatan supervisi sekolah memiliki peta mutu kinerja.
Rendahnya kendali terhadap pelaksanaan tugas manajemen sekolah, pada banyak kasus kepala sekolah kurang efektif melakukan supervisi. Terpenuhinya dokumen pelaksanaan tugas supervisi cenderung hanya untuk memenuhi dokumen formal, namun implikasi praktis pada dampak penigkatan mutu melalui sistem pelaksanaan standar supervisi belum terwujud.
Dalam kondisi seperti ini model multi proses yang dikembangkan Thomas Sergiovanni dan Robert Starratt (1998) melalui multi strategi dalam bentuk siklus pemantauan kinerja belum dapat Indonesia terapkan. Kelemahan ini seiring dengan melemahnya upaya pelaksanaan supervisi pembelajaran di masa otonomi daerah.
Penyelenggaraan program rintisan sekolah bertaraf internasional yang mensyaratkan penerapan penjaminan ISO (International Organization for Standardization) telah menggeser paradigma pengelolaan supervisi. Pelaksana supervisi internal yang pada awalnya penjadi tanggung jawab kepala sekolah dan harus dilaksankan oleh kepala sekolah berubah menjadi kepala sekolah tetap berfungsi sebagai penanggung jawab, namun pelaksana supervisi ada pada tim khusus yang dibentuk untuk membantu kepala sekolah melakukan penjaminan mutu.
Sistem itu diharapkan akan mengubah kegiatan supervisi dari formal-seremonial ke dalam aktivitas penjaminan mutu yang sesungguhnya. Apalagi jika pemerintah daerah telah menerapkan sistem untuk mendorong pelaksanaan supervisi sebagai penjamin mutu dapat dilaksanakan sesuai dengan fungsinya. Dengan langkah ini tentu akan meningkatkan akuntabilitas pemerintahan terutama dalam menjamin bahwa tiap warga negara memeperoleh pendidikan yang bermutu.
Akibatnya pemerintah daerah pada umumnya tidak memiliki data kineraja sekolah sebagai dasar pengembangan kebijakannya. Data ini juga sebagai dampak dari rendahnya kinerja sekolah dalam menghimpun data profil kenerja pendidik.
Penerapan standar yang mensyaratkan lengkapnya data profil kinerja melalui supervisi belum dapat sekolah penuhi sehingga Indonesia belum memiliki dasar yang kuat dalam mengembangkan kebijakan yang standar, yaitu berbasis data. Jadi, manajemen pendidikan kita terpaksa mengembangkan kebijakan penerapan standar dengan dukungan kebijakan yang tidak berstandar.
Solusi Alternatif

Kinerja pendidik dalam manajemen sekolah

Manajemen sekolah adalah pengelolaan sekolah yang dilakukan dengan dan melalui sumber daya manusia untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Ada pula tujuan dari manajemen sekolah terjadi efektifitas produksi pada setiap jenis dan jenjang pendidikan sehingga para lulusannya dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan diatasnya, dapat bekerja sesuai dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Kedua, tercapainya efisiensi penggunaan sumber daya dan dana, tidak terjadi pemborosan terhadap waktu, uang, serta yang lainnya. Ketiga, para lulusannya dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan bermasyarakat, serta yang keempat terciptanya kepuasan kerja pada setiap anggota warga sekolah. Di dalam manajemen sekolah terdapat fungsi – fungsi. Diantaranya adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, penilaian, pelaporan, dan penentuan anggaran. Selain itu, penyelenggaraan manajemen sekolah harus dilakukan berdasarkan prinsip – prinsip yang sudah ada. Prinsip – prinsip tersebut, prinsip efisiensi yakni dengan penggunaan modal yang sedikit dapat menghasilkan hasil yang optimal, prinsip efektivitas, yakni ketercapaian sasaran sesuai tujuan yang diharapkan, prinsip pengelolaan, yakni seorang manajer harus melakukan pengelolaan sumbver-sumber daya yang ada, prinsip pengutamaan tugas pengelolaan, yakni seorang manajer harus mengutamakan tugas-tugas pokoknya. Tugas-tugas yang bersifat operatif hendaknya dilimpahkan pada orang lain secara proporsional. Manakala seorang manajer telah melimpahkan tugas kepada orang lain, tanggung jawab tetap ada pada pimpinan, prinsip kerjasama, yakni seorang manajer hendaknya dapat membangun kerjasama yang baik secara vertical maupun secara horizontal, dan prinsip kepemimpinan yang efektif, yakni bagaimana seorang manajer dapat memberi pengaruh, ajakan pada orang lain untuk pencapaian tujuan bersama.
Manajemen Sekolah
Dalam konteks pendidikan, memang masih ditemukan kontroversi dan inkonsistensi dalam penggunaan istilah manajemen. Di satu pihak ada yang tetap cenderung menggunakan istilah manajemen, sehingga dikenal dengan istilah manajemen pendidikan. Di lain pihak, tidak sedikit pula yang menggunakan istilah administrasi sehingga dikenal istilah adminitrasi pendidikan. Dalam studi ini, penulis cenderung untuk mengidentikkan keduanya, sehingga kedua istilah ini dapat digunakan dengan makna yang sama.
Selanjutnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa pengertian umum tentang manajemen yang disampaikan oleh beberapa ahli. Dari Kathryn . M. Bartol dan David C. Martin yang dikutip oleh A.M. Kadarman SJ dan Jusuf Udaya (1995) memberikan rumusan bahwa :
“Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan (controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang berkesinambungan”.
Sedangkan dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa:
“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”.
Secara khusus dalam konteks pendidikan, Djam’an Satori (1980) memberikan pengertian manajemen pendidikan dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan yang diartikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien”. Sementara itu, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan bahwa “administrasi pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama berupa lembaga pendidikan formal”.
Meski ditemukan pengertian manajemen atau administrasi yang beragam, baik yang bersifat umum maupun khusus tentang kependidikan, namun secara esensial dapat ditarik benang merah tentang pengertian manajemen pendidikan, bahwa : (1) manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan; (2) manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai sumber daya; dan (3) manajemen pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan tertentu.
B. Fungsi Manajemen
Dikemukakan di atas bahwa manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan. Kegiatan dimaksud tak lain adalah tindakan-tindakan yang mengacu kepada fungsi-fungsi manajamen. Berkenaan dengan fungsi-fungsi manajemen ini, H. Siagian (1977) mengungkapkan pandangan dari beberapa ahli, sebagai berikut:
Menurut G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) actuating (pelaksanaan); dan
(4) controlling (pengawasan).
Sedangkan menurut Henry Fayol terdapat lima fungsi manajemen, meliputi :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) commanding (pengaturan);
(4) coordinating (pengkoordinasian); dan
(5) controlling (pengawasan).
Sementara itu, Harold Koontz dan Cyril O’ Donnel mengemukakan lima fungsi manajemen, mencakup :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan); dan
(5) controlling (pengawasan).
Selanjutnya, L. Gullick mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan);
(5) coordinating (pengkoordinasian);
(6) reporting (pelaporan); dan
(7) budgeting (penganggaran).
Untuk memahami lebih jauh tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan, di bawah akan dipaparkan tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan dalam perspektif persekolahan, dengan merujuk kepada pemikiran G.R. Terry, meliputi : (1) perencanaan (planning); (2) pengorganisasian (organizing); (3) pelaksanaan (actuating) dan (4) pengawasan (controlling).
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Louise E. Boone dan David L. Kurtz (1984) bahwa: planning may be defined as the proses by which manager set objective, asses the future, and develop course of action designed to accomplish these objective. Sedangkan T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa :
“ Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam fungsi ini.”
Arti penting perencanaan terutama adalah memberikan kejelasan arah bagi setiap kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan seefisien dan seefektif mungkin. T. Hani Handoko mengemukakan sembilan manfaat perencanaan bahwa perencanaan: (a) membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan; (b) membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah utama; (c) memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran; (d) membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat; (e) memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi; (f) memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi; (g) membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami; (h) meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti; dan (i) menghemat waktu, usaha dan dana.
Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan langkah-langkah pokok dalam perencanaan, yaitu :
1. Penentuan tujuan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut : (a) menggunakan kata-kata yang sederhana, (b) mempunyai sifat fleksibel, (c) mempunyai sifat stabilitas, (d) ada dalam perimbangan sumber daya, dan (e) meliputi semua tindakan yang diperlukan.
2. Pendefinisian gabungan situasi secara baik, yang meliputi unsur sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal.
3. Merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan secara jelas dan tegas.
Hal senada dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko (1995) bahwa terdapat empat tahap dalam perencanaan, yaitu : (a) menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan; (b) merumuskan keadaan saat ini; (c) mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan; (d) mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan.
Pada bagian lain, Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan bahwa atas dasar luasnya cakupan masalah serta jangkauan yang terkandung dalam suatu perencanaan, maka perencanaan dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu : (1) rencana global yang merupakan penentuan tujuan secara menyeluruh dan jangka panjang, (2) rencana strategis merupakan rencana yang disusun guna menentukan tujuan-tujuan kegiatan atau tugas yang mempunyai arti strategis dan mempunyai dimensi jangka panjang, dan (3) rencana operasional yang merupakan rencana kegiatan-kegiatan yang berjangka pendek guna menopang pencapaian tujuan jangka panjang, baik dalam perencanaan global maupun perencanaan strategis.
Perencanaan strategik akhir-akhir ini menjadi sangat penting sejalan dengan perkembangan lingkungan yang sangat pesat dan sangat sulit diprediksikan, seperti perkembangan teknologi yang sangat pesat, pekerjaan manajerial yang semakin kompleks, dan percepatan perubahan lingkungan eksternal lainnya.
Pada bagian lain, T. Hani Handoko memaparkan secara ringkas tentang langkah-langkah dalam penyusunan perencanaan strategik, sebagai berikut:
1. Penentuan misi dan tujuan, yang mencakup pernyataan umum tentang misi, falsafah dan tujuan. Perumusan misi dan tujuan ini merupakan tanggung jawab kunci manajer puncak. Perumusan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawakan manajer. Nilai-nilai ini dapat mencakup masalah-masalah sosial dan etika, atau masalah-masalah umum seperti macam produk atau jasa yang akan diproduksi atau cara pengoperasian perusahaan.
2. Pengembangan profil perusahaan, yang mencerminkan kondisi internal dan kemampuan perusahaan dan merupakan hasil analisis internal untuk mengidentifikasi tujuan dan strategi sekarang, serta memerinci kuantitas dan kualitas sumber daya -sumber daya perusahaan yang tersedia. Profil perusahaan menunjukkan kesuksesan perusahaan di masa lalu dan kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan sebagai implementasi strategi dalam pencapaian tujuan di masa yang akan datang.
3. Analisa lingkungan eksternal, dengan maksud untuk mengidentifikasi cara-cara dan dalam apa perubahan-perubahan lingkungan dapat mempengaruhi organisasi. Disamping itu, perusahaan perlu mengidentifikasi lingkungan lebih khusus, seperti para penyedia, pasar organisasi, para pesaing, pasar tenaga kerja dan lembaga-lembaga keuangan, di mana kekuatan-kekuatan ini akan mempengaruhi secara langsung operasi perusahaan.
Meski pendapat di atas lebih menggambarkan perencanaan strategik dalam konteks bisnis, namun secara esensial konsep perencanaan strategik ini dapat diterapkan pula dalam konteks pendidikan, khususnya pada tingkat persekolahan, karena memang pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang menghadapi berbagai tantangan internal maupun eksternal, sehingga membutuhkan perencanaan yang benar-benar dapat menjamin sustanabilitas pendidikan itu sendiri.
2. Pengorganisasian (organizing)
Fungsi manajemen berikutnya adalah pengorganisasian (organizing). George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa :
“Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu”.
Lousie E. Boone dan David L. Kurtz (1984) mengartikan pengorganisasian : “… as the act of planning and implementing organization structure. It is the process of arranging people and physical resources to carry out plans and acommplishment organizational obtective”.
Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya.
Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan beberapa asas dalam organisasi, diantaranya adalah : (a) organisasi harus profesional, yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan; (b) pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan pembagian kerja; (c) organisasi harus mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab; (d) organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol; (e) organisasi harus mengandung kesatuan perintah; dan (f) organisasi harus fleksibel dan seimbang.
Ernest Dale seperti dikutip oleh T. Hani Handoko mengemukakan tiga langkah dalam proses pengorganisasian, yaitu : (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang; dan (c) pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.
3. Pelaksanaan (actuating)
Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi
Dalam hal ini, George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.
Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya.
Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika : (1) merasa yakin akan mampu mengerjakan, (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya, (3) tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting, atau mendesak, (4) tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan (5) hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.
4. Pengawasan (controlling)
Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan. Dalam hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984) memberikan rumusan tentang pengawasan sebagai : “… the process by which manager determine wether actual operation are consistent with plans”.
Sementara itu, Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa :
“Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.”
Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.
Selanjutnya dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko bahwa proses pengawasan memiliki lima tahapan, yaitu : (a) penetapan standar pelaksanaan; (b) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; (c) pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata; (d) pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan; dan (e) pengambilan tindakan koreksi, bila diperlukan.
Fungsi-fungsi manajemen ini berjalan saling berinteraksi dan saling kait mengkait antara satu dengan lainnya, sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan proses manajemen. Dengan demikian, proses manajemen sebenarnya merupakan proses interaksi antara berbagai fungsi manajemen.
Dalam perspektif persekolahan, agar tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka proses manajemen pendidikan memiliki peranan yang amat vital. Karena bagaimana pun sekolah merupakan suatu sistem yang di dalamnya melibatkan berbagai komponen dan sejumlah kegiatan yang perlu dikelola secara baik dan tertib. Sekolah tanpa didukung proses manajemen yang baik, boleh jadi hanya akan menghasilkan kesemrawutan lajunya organisasi, yang pada gilirannya tujuan pendidikan pun tidak akan pernah tercapai secara semestinya.
Dengan demikian, setiap kegiatan pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan yang jelas dan realisitis, pengorganisasian yang efektif dan efisien, pengerahan dan pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas kinerjanya, dan pengawasan secara berkelanjutan.
C. Bidang Kegiatan Pendidikan
Berbicara tentang kegiatan pendidikan, di bawah ini beberapa pandangan dari para ahli tentang bidang-bidang kegiatan yang menjadi wilayah garapan manajemen pendidikan. Ngalim Purwanto (1986) mengelompokkannya ke dalam tiga bidang garapan yaitu :
1. Administrasi material, yaitu kegiatan yang menyangkut bidang-bidang materi/ benda-benda, seperti ketatausahaan sekolah, administrasi keuangan, gedung dan alat-alat perlengkapan sekolah dan lain-lain.
2. Administrasi personal, mencakup di dalamnya administrasi personal guru dan pegawai sekolah, juga administrasi murid. Dalam hal ini masalah kepemimpinan dan supervisi atau kepengawasan memegang peranan yang sangat penting.
3. Administrasi kurikulum, seperti tugas mengajar guru-guru, penyusunan sylabus atau rencana pengajaran tahunan, persiapan harian dan mingguan dan sebagainya.
Hal serupa dikemukakan pula oleh M. Rifa’i (1980) bahwa bidang-bidang administrasi pendidikan terdiri dari :
1. Bidang kependidikan atau bidang edukatif, yang menyangkut kurikulum, metode dan cara mengajar, evaluasi dan sebagainya.
2. Bidang personil, yang mencakup unsur-unsur manusia yang belajar, yang mengajar, dan personil lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar.
3. Bidang alat dan keuangan, sebagai alat-alat pembantu untuk melancarkan siatuasi belajar mengajar dan untuk mencapai tujuan pendidikan sebaik-baiknya.
Sementara itu, Thomas J. Sergiovani sebagimana dikutip oleh Uhar Suharsaputra (2002) mengemukakan delapan bidang administrasi pendidikan, mencakup : (1) instruction and curriculum development; (2) pupil personnel; (3) community school leadership; (4) staff personnel; (5) school plant; (6) school trasportation; (7) organization and structure dan (8) School finance and business management.
Di lain pihak, Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas (1999) telah menerbitkan buku Panduan Manajemen Sekolah, yang didalamnya mengetengahkan bidang-bidang kegiatan manajemen pendidikan, meliputi: (1) manajemen kurikulum; (2) manajemen personalia; (3) manajemen kesiswaan; (4) manajemen keuangan; (5) manajemen perawatan preventif sarana dan prasarana sekolah.
Dari beberapa pendapat di atas, agaknya yang perlu digarisbawahi yaitu mengenai bidang administrasi pendidikan yang dikemukakan oleh Thomas J. Sergiovani. Dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, pandangan Thomas J. Sergiovani kiranya belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, terutama dalam bidang school transportation dan business management. Dengan alasan tertentu, kebijakan umum pendidikan nasional belum dapat menjangkau ke arah sana. Kendati demikian, dalam kerangka peningkatkan mutu pendidikan, ke depannya pemikiran ini sangat menarik untuk diterapkan menjadi kebijakan pendidikan di Indonesia.
Merujuk kepada kebijakan Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas dalam buku Panduan Manajemen Sekolah, berikut ini akan diuraikan secara ringkas tentang bidang-bidang kegiatan pendidikan di sekolah, yang mencakup :
1. Manajemen kurikulum
Manajemen kurikulum merupakan subtansi manajemen yang utama di sekolah. Prinsip dasar manajemen kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong guru untuk menyusun dan terus menerus menyempurnakan strategi pembelajarannya. Tahapan manajemen kurikulum di sekolah dilakukan melalui empat tahap : (a) perencanaan; (b) pengorganisasian dan koordinasi; (c) pelaksanaan; dan (d) pengendalian.
Dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Tita Lestari (2006) mengemukakan tentang siklus manajemen kurikulum yang terdiri dari empat tahap :
1. Tahap perencanaan; meliputi langkah-langkah sebagai : (1) analisis kebutuhan; (2) merumuskan dan menjawab pertanyaan filosofis; (3) menentukan disain kurikulum; dan (4) membuat rencana induk (master plan): pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian.
2. Tahap pengembangan; meliputi langkah-langkah : (1) perumusan rasional atau dasar pemikiran; (2) perumusan visi, misi, dan tujuan; (3) penentuan struktur dan isi program; (4) pemilihan dan pengorganisasian materi; (5) pengorganisasian kegiatan pembelajaran; (6) pemilihan sumber, alat, dan sarana belajar; dan (7) penentuan cara mengukur hasil belajar.
3. Tahap implementasi atau pelaksanaan; meliputi langkah-langkah: (1) penyusunan rencana dan program pembelajaran (Silabus, RPP: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran); (2) penjabaran materi (kedalaman dan keluasan); (3) penentuan strategi dan metode pembelajaran; (4) penyediaan sumber, alat, dan sarana pembelajaran; (5) penentuan cara dan alat penilaian proses dan hasil belajar; dan (6) setting lingkungan pembelajaran
4. Tahap penilaian; terutama dilakukan untuk melihat sejauhmana kekuatan dan kelemahan dari kurikulum yang dikembangkan, baik bentuk penilaian formatif maupun sumatif. Penilailain kurikulum dapat mencakup Konteks, input, proses, produk (CIPP) : Penilaian konteks: memfokuskan pada pendekatan sistem dan tujuan, kondisi aktual, masalah-masalah dan peluang. Penilaian Input: memfokuskan pada kemampuan sistem, strategi pencapaian tujuan, implementasi design dan cost benefit dari rancangan. Penilaian proses memiliki fokus yaitu pada penyediaan informasi untuk pembuatan keputusan dalam melaksanakan program. Penilaian product berfokus pada mengukur pencapaian proses dan pada akhir program (identik dengan evaluasi sumatif)
2. Manajemen Kesiswaan
3. Manajemen personalia
4. Manajemen keuangan
5. Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah

KINERJA PENDIDIK DALAM BIMBINGAN KONSELING

Bimbingan konseling merupakan suatu pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mandiri Dan berkembang secara optimal. Dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar Dan bimbingan karir, melalu berbagai jenis layanan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
BK dapat diposisikan secara tegas untuk mewujudkan prinsip keseimbangan. Lembaga ini menjadi tempat yang aman bagi setiap siswa untuk datang membuka diri tanpa waswas akan privacy-nya. Di sana menjadi tempat setiap persoalan diadukan, setiap problem dibantu untuk diuraikan, sekaligus setiap kebanggaan diri diteguhkan. Bahkan orangtua siswa dapat mengambil manfaat dari pelayanan bimbingan di sekolah, sejauh mereka dapat ditolong untuk lebih mengerti akan anak mereka.
Tujuan bimbingan konseling serta penyuluhan dalam pelajaran adalah memberi bantuan kepada anak didik agar dapat menemukan caranya sendiri untuk belajar dengan metode yang lebih mudah dan lebih efisien. Disamping itu juga agar anak didik mengenal diri, yakni mengetahui kekurangan dan kelebihannya dalam mempelajari tiap- tiap mata pelajaran, sehingga ia mampu dengan berangsur- angsur menyesuaikan diri dengan jenis studi apa yang tepat bagi dirinya itu pada waktu yang akan datang. Maksudnya ialah agar anak didik dengan sadar akan mampu menerima kelompok khusus yang tepat bagi dirinya.
Selain tujuan diatas bimbingan dan konseling memiliki 4 fungsi yaitu:
1. Fungsi pemahaman.
2. Fungsi pencegahan.
3. Fungsi pengentasan, termasuk kedalam fungsi advokasi.
4. Fungsi pemeliharaan Dan pengembangan.
Mengingat bahwa pengajaran adalah alat dari pendidikan maka, tujuan bimbingan dan konseling (penyuluhan) pada segi pelajaran tidak boleh terlepas dari tujuannya secara umum, yakni untuk membantu anak didik dalam mebentuk wataknya sebagai jalan pembentukan kepribadian yang berpancasila.
Peran yang dijalankan oleh guru yakni sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Sementara itu, berkenaan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, bahwa guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi, religius, bersahabat, ramah, memotivasi, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat.

UU DAN PP TERKAIT PROFESI PENDIDIKAN

Menurut Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari pengertian tersebut dapatlah dimengerti bahwa pendidikan merupakan suatu usaha atau aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai aspeknya baik intelektual, sosial, emosional maupun spiritual, trampil serta berkepribadian dan dapat berprilaku dengan dihiasi akhlak mulia. Ini berarti bahwa dengan pendidikan diharapkan dapat terwujud suatu kualitas manusia yang baik dalam seluruh dimensinya, baik dimensi intelektual, emosional, maupun spiritual yang nantinya mampu mengisi kehidupannya secara produktif bagi kepentingan dirinya dan masyarakat.
Pengertian tersebut menggambarkan bahwa pendidikan merupakan pengkondisian situasi pembelajaran bagi peserta didik guna memungkinkan mereka mempunyai kompetensi-kompetensi yang dapat bermanfaat bagi kehidupan dirinya sendiri maupun masyarakat. Hal ini sejalan dengan fungsi pendidikan yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pasal 3).
Salah satu faktor yang amat menentukan dalam upaya meningkatkan kualitas SDM melalui Pendidikan adalah tenaga Pendidik (Guru/Dosen), melalui mereka pendidikan diimplementasikan dalam tataran mikro, ini berarti bahwa bagaimana kualitas pendidikan dan hasil pembelajaran akan terletak pada bagaimana pendidik melaksanakan tugasnya secara profesional serta dilandasi oleh nilai-nilai dasar kehidupan yang tidak sekedar nilai materil namun juga nilai-nilai transenden ysng dapat mengilhami pada proses pendidikan ke arah suatu kondisi ideal dan bermakna bagi kebahagiaan hidup peserta didik, pendidik serta masyarakat secara keseluruhan.
Dengan demikian, nampak bahwa Pendidik diharapkan mempunyai pengaruh yang signifikan pada pembentukan sumberdaya manusia (human capital) dalam aspek kognitif, afektif maupun keterampilan, baik dalam aspek fisik, mental maupun spiritual. Hal ini jelas menuntut kualitas penyelenggaraan pendidikan yang baik serta pendidik yang profesional, agar kualitas hasil pendidikan dapat benar-benar berperan optimal dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pendidik dituntut untuk selalu memperbaiki, mengembangkan diri dalam membangun dunia pendidikan.
Dengan mengingat berat dan kompleksnya membangun pendidikan, adalah sangat penting untuk melakukan upaya-upaya guna mendorong dan memberdayakan tenaga pendidik untuk makin profesional serta mendorong masyarakat berpartisipasi aktif dalam memberikan ruang bagi pendidik untuk mengaktualisasikan dirinya dalam rangka membangun pendidikan, hal ini tidak lain dimaksudkan untuk menjadikan upaya membangun pendidikan kokoh, serta mampu untuk terus mensrus melakukan perbaikan kearah yang lebih berkualitas.

undang - undang yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), yaitu UU Nomor 2 tahun 1989 dan UU Nomor 20 tahun 2003. Tetapi, Undang - Undang tentang Sisdiknas (UU Nomor 2 tahun 1989) sudah tidak digunakan lagi karena tidak sesuai lagi secara konstitusional yang akhirnya diganti dan disempurnakan dengan UU Nomor 20 tahun 2003. Lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) merupakan perwujudan dari suatu niat untuk melakukan reformasi pendidikan yang sekian lama terasa tidak mampu lagi menjawab tuntutan perkembangan masyarakat, bangsa dan negara.Didalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang tenaga kependidikan ada di pasal 27 sampai pasal 32, kemudian setelah itu di era reformasi tahun 1998 adanya partisifasi masyarakat untuk ikut serta berperan dalam bidang pendidikan. Pada masa reformasi inilah muncul perubahan kualitas siswa dan sumber daya manusia dalam menggantikan kurikulum. Reformasi pendidikan merupakan sebuah langkah yang strategis sebagai respons terhadap pendidikan di indonesia, sekaligus penguatan terhadap reformasi politik yang ditempuh pemerintah Indonesia. Sejalan dengan perubahan waktu dan berkembangnya IPTEK kurikulum ini semakin hari semakin maju guna menghadapi era globalisasi. Undang – Undang Nomor 20 tahun 2003 ini juga berguna untuk mengatasi masalah pendidikan di Indonesia yang selama ini kita hadapi sekarang dan juga untuk menciptakan generasi – generasi yang unggul dimasa sekarang dan seterusnya. Pembahasan tentang hal ini, membuat saya dan teman – temanku menjadi sadar bahwa pendidikan adalah hal yang sangat vital dalam suatu bangsa, sehingga sangat perlu kita menguatkan landasannya, yaitu undang – undang dan peraturan pemerintah yang terkait dengan profesi pendidikan.

JENIS PROFESI DAN SPESIFIKASI KOMPETENSI DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Pendidikan adalah suatu bentuk investasi jangka panjang yang penting bagi seorang manusia. Pendidikan yang berhasil akan menciptakan manusia yang pantas dan berkelayakan di masyarakat seta tidak menyusahkan orang lain. Masyarakat dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju mengakui bahwa pendidik / guru merupakan satu diantara sekian banyak unsur pembentuk utama calon anggota masyarakat. Namun, wujud pengakuan itu berbeda-beda antara satu masyarakat dan masyarakat yang lain. Sebagian mengakui pentingnya peranan guru itu dengan cara yang lebih konkrit, sementara yang lain masih menyangsikan besarnya tanggung jawab seorang guru, termasuk masyarakat yang sering menggaji guru lebih rendah daripada yang sepantasnya.
Demikian pula, sebagian orang tua kadang-kadang merasa cemas ketika menyaksikan anak-anak mereka berangkat ke sekolah, karena masih ragu akan kemampuan guru mereka. Di pihak lain setelah beberapa bulan pertama mengajar, guru-guru pada umumnya sudah menyadari betapa besar pengaruh terpendam yang mereka miliki terhadap pembinaan kepribadian peserta didik.
Dalam makalah ini akan dipaparkan pengertian profesi dan ciri-cirinya berikut syarat-syarat profesi secara umum. Kemudian di bab selanjutnya diketengahkan profesi guru dan syarat-syarat dalam membangun profesionalisme guru. Dan yang terakhir, kesimpulan pembahasan yang telah dipaparkan.

Pendidikan dibagi menjadi dua yaitu pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang berlangsung seperti di sekolah-sekolah formal pada umumnya, sedangkan pendidikan non formal adalah pendidikan yang berlangsung di luar sekolah formal, misalnya seperti TPA, mengaji, tutor atau fasilitator. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Menurut Undang-Undang no. 14 tahun 2005 pendidik seperti guru dan dosen harus memiliki kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Kompetensi tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan profesi.

Pendidikan untuk profesi kependidikan

pengembangan profesi tenaga pendidik (guru) sebagai lebih lanjut dari kinerjanya ada dua program yakni:
• program pre-service education (Pendidikan guru Pra-jabatan)
• program in-service education.
Program pre-service education
Program pre-service education adalah program pendidikan yang dilakukan pada pendidikan sekolah sebelum peserta didik mendapat tugas tertentu dalam suatu jabatan. Lembaga penyelenggaraan program pre-service education adalah pendidikan tinggi.
Secara umum, isu yang dihadapi universitas yang menyediakan program pre-service teacher education berkenaan dengan kurikulum dan kemitraan dengan sekolah. Melalui kedua aspek tersebut, universitas mencoba membekali mahasiswa calon guru dengan pengetahuan dan keterampilan formal kependidikan dan pengetahuan tentang sekolah. Pengembangan kurikulum pendidikan guru dan kemitraan dengan sekolah sebenarnya terintegrasi ke dalam program strategis yang dikenal sebagai program praktikum mengajar (Program Pengalaman Lapangan/PPL).
Praktikum mengajar merupakan kegiatan yang dirancang bagi mahasiswa calon guru untuk memiliki pengalaman dan pemahaman tentang pengajaran secara faktual dan praktis. Selain itu, praktikum mengajar juga memfasilitasi pengenalan konteks persekolahan dan kompleksitas peranan guru sebagai wahana terbentuknya tenaga kependidikan yang profesional. Pola kemitraan sekolah/universitas yang selama ini terjalin dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Program Pengalaman Lapangan (UPT PPL). UPT ini sangat strategis, dimana berfungsi menjembatani kerjasama dosen-guru dan mahasiswa praktikan dalam melaksanakan praktikum.
Oleh karena itu, pengembangan kurikulum pendidikan guru di Indonesia memuat komponen pendidikan umum/MKDU (liberal art), muatan (content) materi bidang ilmu/MKBS dan pedagogi umum (MKDK) serta pedagogi spesifik (MK-PBM).
Mata kuliah penelitian pendidikan membekali kemampuan penelitian tindakan kelas yang terkait dengan pembuatan skripsi serta mendasari kompetensi yang diharapkan dapat meningkatkan kepakaran praktis mengajar ketika memasuki dunia kerja.
Pada akhir masa studi calon guru melakukan PPL secara penuh di sekolah dalam kurun waktu 3-4 bulan (sekira 16 kali tatap muka). Selain itu, beberapa keterampilan penunjang untuk guru di masa depan sudah diperkenalkan.
Program in-service education
Program in-service education adalah program pendidikan yang mengacu pada kemampuan akademik maupun profesional sesudah peserta didik mendapat tugas tertentu dalam suatu jabatan. Bagi mereka yang sudah memiliki jabatan pengawas dapat berusaha meningkatkan kinerjanya melalui pendidikan lanjut yang berijasah S-1, ke S-2 dan S-3 pada jurusan tertentu yang relevan. Pada bidang ilmu pendidikan program in-service education diselenggara¬kan oleh lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) baik non gelar maupun yang bergelar. Dipandang perlu adanya in service training bagi para guru. Sebab adanya perubahan pengetahuan dan teknologl yang terus meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya. Padahal persiapan dalam pre service training dalam membekali kompetensi yang diperlukan dalam berkarya sangat terbatas walaupun diselenggarakan secara baik. Dalam in service training para guru dapat menilai kemampuan dan ketrampilannya kembali dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang aktual, guru dapat mengernbangkan kemampuan dalam bidang khusus tertentu.
Pendidikan Profesi Guru (PPG)
PPG merupakan program pendidikan setelah S1 yang mencakup keahlian khusus yang terkait dengan kompetensi guru. Merujuk pada Undang-undang No. 20 tahun 2003, bahwasanya pendidikan dibagi menjadi tiga macam, yakni:
 pendidikan akademik misalnya S1, S2, dan S3
 pendidikan profesi misalnya PPG
 pendidikan vokasi misalnya diploma.
Hal ini akan memperluas pilihan bagi seorang sarjana kependidikan, apakah ingin menjadi guru ataukah tidak. Bagi yang ingin menjadi guru, maka harus menempuh PPG terlebih dahulu. Adanya PPG ditujukan untuk meningkatkan profesionalisme guru.
Pendidikan profesi guru masih merupakan konsep baru dalam sistem pendidikan Indonesia. PPG dapat ditempuh bagi mereka yang telah menyelesaikan pendidikan S1. Tentunya PPG terbuka bagi sarjana apapun yang bidang ilmunya relevan, baik itu sarjana pendidikan maupun sarjana dari ilmu murni.
Adanya PPG juga memberikan pilihan bagi sarjana pendidikan untuk tidak mejadi guru. Selain itu, di dalam PPG nantinya juga akan ada PPL yang menjadi bekal bagi guru untuk terjun dalam dunia pendidikan. PPG merupakan syarat utama seorang sarjana S1 untuk dapat menjadi guru. Bagi mereka yang lulus dari PPG akan mendapatkan tunjangan guru dan menjadi guru profesional sebagaimana guru-guru yang telah lulus sertifikasi.
Kategori PPG ada dua macam:
1. Untuk lulusan S1 PGSD matakuliah yang harus ditempuh apabila mengikuti PPG adalah sejumlah 18 sks atau setara dengan 1 semester.
2. Sedangkan untuk lulusan S1 yang bidangnya pada SMP dan SMA menempuh 36 hingga 40 sks atau setara dengan 2 semester.

Tujuan PPG

PPG adalah pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu para tenaga pendidik nantinya yang berlangsung selama satu tahun setelah menyandang gelar sarjana. kita diarahkan untuk terjun langsung ke lapangan atau sekolah-sekolah yang ditunjuk dengan mendapatkan tunjangan selayaknya pegawai negeri. Tapi disini kita diwajibkan benar-benar menjadi guru yang profesional sesuai dgn ilmu pendidikan guru yang telah di dapatkan. keuntungan lain dari PPG yang lain adalah selepas mendapatkan sertifikat PPG kita langsung menjadi pegawai negeri dengan gaji 2x lipat layaknya guru-guru yang lulus sertifikasi.

Permasalahan PPG

Serifikasi lewat program Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang dimulai tahun 2009 masih belum jelas konsepnya. Belum lagi, program ini menjadi titik masuk bagi lulusan nonpendidikan untuk mendapatkan sertifikat sebagai guru profesional. Martikulasi yang belum matang membuat PPG tidak luput dari protes. Profesi guru seakan-akan menjadi pilihan second job bagi lulusan nonpendidikan setelah kalah bersaing dalam mendapatkan pekerjaan pada disiplin ilmunya.
PPG ini sendiri mengancam nasib para calon guru. Karena PPG ini dilaksanakan dengan seleksi yang ketat dan formasi yang sangat terbatas. Setiap tahun nya satiap Universitas bisa mengeluarkan sarjana ratusan orang. Belum lagi untuk Universitas lainnya yang jg mencetak calon guru. Selain itu dari informasi yang di dapat untuk penerimaan PNS untuk selanjutnya bila PPG sudah dilaksanakan tidak ada lagi formasi untuk guru karena sudah dilaksanakan lewat PPG.
Kalau sudah begitu bagaimana nasib calon guru yg tidak lulus-lulus PPG. Kalau pemerintah tidak bijak dalam melaksanakan hal ini maka makin bertebaranlah sarjana pengangguran.
Mungkin dengan adanya PPG yang mensyaratkan PPL lagi, tentunya kualitas sang calon guru akan lebih meningkat. Mengenai jatah yang terbatas dan ketatnya persaingan tentunya menjadi sarana seleksi alam agar yang lulus jadi guru adalah orang yang benar-benar mampu. Kalau tidak lulus PPG berarti belum mampu jadi guru dan harus belajar lebih banyak lagi tentang dunia pendidikan.
Memaknai dasar dan tujuan PPG, maka dalam pelaksanaannya para guru peserta PPG jangan memanfaatkan sertifikasi hanya untuk memperoleh tambahan tunjangan dan pendapatan semata, tetapi semua pihak harus memiliki komitmen dan menunjukkan akuntabilitas kinerjanya yang didasari nilai moral yang tinggi.
Apakah terpikir pada tahun-tahun yang akan datang, guru yang sudah bersertifikat nantinya diberlakukan semacam periodisasi masa berlaku sertifikatnya. UU Guru menyatakan bahwa bagi guru yang sudah bersertifikat diberikan tunjangan profesi pendidik seterusnya, selama mereka bertugas sebagai guru. Jadi kalau ada usulan seperti itu, UU-nya harus direview lebih dulu.

Kinerja Pendidik dalam Pembelajaran

Kinerja ,berasal dari kata job performance yang berarti suatu prestasi kerja, atau prestasi sesungguuhnya yang dicapai oleh seseorang.
sehingga kinerja di definisikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang di capai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya”.

Dalam pasal 1 ayat 6 UUSPN, pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Dalam pasal 20 dalam UUSPN, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Untuk mewujudkan kinerja pendidik yang maksimal maka harus di penuhi persyaratan seorang pendidik yang di tertera pada pasal 42 dan 43 UUSPN, agar menjadi seorang pendidik yang professional dan memiliki ilmu pengetahuan, serta mengajarkan ilmunya kepada orang lain, sehingga orang tersebut mempunyai peningkatan dalam kualitas sumber daya manusianya. Maka kinerja guru berkaitan berkaitan dengan tugas perencanaan, pengelolaan pembelajaran dan penilaian hasil belajar siswa. Sebagai perencana, maka guru harus mampu mendesain pembelajaran yang sesuai dengan kondisi di lapangan, sebagai pengelola maka guru harus mampu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif sehingga siswa dapat belajar dengan baik, dan sebagai evaluator maka guru harus mampu melaksanakan penilaian proses dan hsil belajar siswa.
Mengukur kinerja pendidik(performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu kinerja secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumberdaya manusia. Karena itu, pengukuran dapat di kembangkan pada saat guru mendapat pelatihan, pada saat melaksanakan tugas dalam kelas, dan mashlahatnya pada siswa. Dalam hal ini sekolah perlu menetapkan siapa yang ditugasi untuk mengembangkan instrumen penilaian kinerja, menerapkan instrumen, mengolah data hasil monitoring dan merefleksi hasil evaluasi untuk bahan perbaiakn selanjutnya.
Dengan demikian, untuk mendapatkan proses dan hasil belajar siswa yang berkualitas tentu memerlukan kinerja guru yang maksimal. Agar guru dapat menunjukan kinerjanya yang tinggi, paling tidak guru tersebut harus memiliki penguasaan terhadap materi apa yang akan di ajarkan dan bagaiman a mengajarkannya agar pembelajaran dapat berlangsung efektif dan efisien serta komitmen untuk menjalankan tugas-tugas tersebut.
Jadi, kinerja guru dalam proses pembelajaran dapat dinyatakan prestasi yang di capai oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya selama periode waktu tertentu yang di ukur berdasarkan tiga indicator yaitu : penguasaan bahan ajar, kemampuan mengelola pembelajaran dan komitmen menjalankan tugas.

Jumat, 19 November 2010

I will fly, ten 2 five

Minggu, 24 Oktober 2010

PROFESI PENDIDIKAN

RESUME (Profesi, professional, dan profesionalisme)

10/10/2010

Reva Sonia Izzati
4115096653
PPKn Non regular 2009



Profesi adalah suatu pekerjaan yang didalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian, dengan menggunakan suatu teknik-teknik ilmiah serta dedikasi yang tinggi.
Profesionalisme adalah orang yang menyandangsuatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi. Hal ini juga pengaruh terhadap penampilan atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan didalam suatu profesinya tersebut.
Sedangkan Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus.

Ciri-ciri profesionalisme ialah:
1. Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect result), sehingga kita dituntut untuk selalu mencari peningkatan mutu.
2. Memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.
3. Menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas/putus asa sampai hasil tercapai.
4. Memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh keadaan terpaksa atau godaan iman, seperti harta dan kenikmatan hidup.
5. Perlu adanya kebulatan pikiran dan perbuatan , sehungga terjaga efektivitas kerja yang tinggi.
ciri-ciri tersebut menunjukan bahwa tidaklah mudah menjadi seorang pelaksana profesi yang professional, dan memiliki criteria yang mendasar. Jelasnya, seorang bisa dikatakan professional adalah mereka yang sangat kompeten atau memiliki kompetensi-kompetensi tertentu yang mendasari kinerjanya.
sikap yang dimiliki profesi
Ketika menjalankan profesi, pemilik profesi dituntut memiliki kualitas baik (pribadi maupun kelompok) untuk meningkatkan mutu pribadi maupun kelompok, dibutuhkannya keuletan dan rasa tanggungjawab agar meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Contoh : profesi guru berhubungan dengan anak didik yang mempunyai persamaan dan perbedaan untuk melayani, serta memerlukan kesabaran dan ketelatenan tinggi (terutama dengan peserta didik yang masih kecil).

kode etik profesi
Adalah tanda-tanda/symbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu.
Misal: untuk menjamin suatu berita, keputusan atau kesepakatan suatu organisasi.
Kode etik yaitu norma-norma atu azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun tempat kerja. Menurut UU no. 8 (pokok-pokok kepegawaian), kode etik profesi dalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanaakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari.
Kode etik profesi merupakan bagian dari etika profesi, yaitu kelanjutan dari norma-norma yang lebih umum dan telah dibahas serta dirumuskan dalam etika profesi.
Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas, dan merinci norma-norma kebentuk yang lebih sempurna, walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi.
Dengan demikian, kode etik profesi ialah system norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan n apa yang tidak baik, sesuatu yang benar dan apa yang salah, serta perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional.
tujuan kode etik profesi:
- menjunjung tinggi martabat profesi
- menjaga dan memelihara kesejahteraan anggota
- meningkatkan mutu profesi
- meningkatkan mutu organisasi profesi
- meningkatkan layanan diatas keuntungan pribadi
- mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat
- menentukan baku standarnya sendiri
fungsi kode etik profesi:
 Memberikan pedoman bagi setiap anggota prop profesi tentang prinsip profesionalitas yang di gariskan
 Sarana control sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan
 Mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi, etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang.

Senin, 04 Oktober 2010

profesi pendidikan (resume)

CERDAS ISTIMEWA DAN BERBAKAT ISTIMEWA


pengertian
sebutan asli dalam bahasa inggris yaitu gifted / talented, yaitu kemampuan bawaan yang berupa potensi yang memerlukan pengembangan dan pelatihan secara serius dan sistematis. yang dipengaruhi oleh :
1. Genetik (nature)/ bawaan yang menunjukkan kepada intelegensi menuju IQ.
2. lingkungan (nurture) dan dilanjutkan kekreativitas serta task komitmen lalu ke motivasi.
3. mengalami kondisi disinkronitas / asinkronitas, antara lain ;
    perkembangan psikis dan fisik, perkembangan mental dan umur kronologis.

ciri-ciri cerdas istimewa dan berbakat istimewa:
  • kemampuan diatas rata-rata, yang mencakup: kemampuan umum (seperti informasi pengolahan , mengintegrasikan pengalaman, dan berfikir abstrak) serta kemampuan khusus, seperti kemampuan untuk memperoleh pengetahuan/melakukan aktivitas.
  • kreativitas serta  mencakup intelektualnya yang very superior dengan skor IQ di atas 130. "Pada lembar identifikasi dini, mereka memiliki kecepatan menyerap lebih dari teman sebayanya, seperti lebih cepat membaca," katanya.


populasi anak cerdas istimewa dan berbakat istimewa
     berjumlah 2% dari populasi yang berdomisili di Indonesia.
kemampuan anak CI +BI :
GIFTED =
                  1. Above average ability
                  2. Task commitment
                  3. Creativity

kesalah-pahaman tentang anak CI+BI yaitu:
  • seringkali dianggap nakal, susah diatur(orang tua, guru/sekolah tidak mengenali potensi mereka, sehingga terabaikan.
  • pernyataan IQ hanya menyumbang 20% terhadap keberhasilan .
  • hanya sebutan yang memiliki CI+BI
  • cerdas atau bodoh
  • anak gifted dianggap homogen, menuju high normal serta model layanan(all size)
  • seringkali diasumsikan sama dengan anak pintar (high achiever), karakteristik gifted berbeda dengan anak high achiever.
  • istilah inklusi serta diskriminasi.
beberapa karaketristik anak pintar ( high achiever)
  1. menjawab pertanyaan dengan benar
  2. berminat dengan sesuatu
  3. menunjukkan perhatian
  4. punya gagasan yang bagus serta populer
  5. menjawab soal sesuai yang ditanyakan
  6. pemerhati yang baik
  7. mendengarkan penuh dengan minat
sedang anak CI+BI ( gifted-talented)
  1. mempersoalkan pertanyaan
  2. penasaran dengan sesuatu
  3. terlibat secara emosional, mental dan fisik
  4. punya gagasan yang aneh
  5. konyol dan diluar keumuman
  6. pengamat yang kritis atau bawel
  7. menyimak untuk siap berdebat
implikasi
  • anak CI+BI memiliki kelebihan dalam kecepatan menyelesaikan tugas
  • memerlukan kurikulum yang berbeda (diferensiasi) dirancang untuk dapat mengatasi karakteristik individu.
  • kurikulum yang efektif untuk siswa CI+BI dimodifikasikan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
pendidikan khusus CI+BI
  • selaras dengan fungsi utama pendidikan mengembangkan potensi siswa secara utuh dan optimal.
  • strategi pendidikan yang bersifat masal, memberiperlakuan standar(rata-rata)
jika pelayanan (belajar) tidak tepat. maka dapat terjadi:
- stress akademik
- undera chiever ( kecenderungan dapat memakai drugs)

kondisi pendidikan CI+BI di Indonesia
  • belum ada lembaga pendidikan yang khusus
  • satu-satunya layanan hanya aksel bentuk telescoping
  • belum ada kurikulum khusus
  • belum ada program penyiapan guru
  • pembelajaran  berfokus pada daya serap materi
  • hanya 311 dari 260.471 sekolah, 7 dari 42,756 madrasah
  • subsidi pemerintah sangat terbatas
  • terbatas mengakses: 9.551 dari potensi 1,3juta (0,7%)
  • program aksel dipaksa bubar karena alasan RSBI/SBI dan penerapan SKS
  • fenomena brain-drain, anak-anak CI+BI yang sudah dididik khusus secara optimal malah dibajak pihak luar negeri.
6 tipe anak gifted:
  1. succesful
  2. penantang
  3. the underground
  4. the dropouts
  5. the double labeled
  6. the otonomous learner
macam-macam pendidikan
  1. content-based acceleration (southern dan jones, 2004) pembagian materi : kompleksitas, abstraksi, variasi. unsur manusia.
  2. grade based acceleration
  3. pengayaan dan pedalaman.

    Selasa, 28 September 2010

    SHALAT KU... (religion diary)

    SUBUH...
    dimana aku berada, aku masih enak dalam kelambu rindu, sambil berpoya-poya dengan waktu, masa bagaikan menderu, langkah tiada arah tuju, fikiran terus bercelaru, terlupa aku semakin diujung waktu, siapa aku didepan rabbku.

    DZUHUR...
    aku lebih memikirkan kelaparan, kehausan dan istirahatku, aku lebih mementingkan tuntutan jabatanku, aku bertolak angsur dengan waktu, aku gembira membilang keuntungan, aku terlupa betapa besar kerugian, jika aku menggadaikan  sebuah ketaatan, siapa aku didepan rabbku.

    ASHAR...
    aku lupa warna, masa cepat berubah bagaikan diburu-buru, aku masih secawan hausku, terlupa panas tidak dihujung kepalaku, masih bercerita tentang kehidupanku, siapa aku didepan rabbku.

    MAGRIB...
    aku melihat warna malam, tetapi aku masih bersembunyi disebalik tabirnya, mencari sisa-sisa keseronokan, tidak terasa ruang masa yang singkat, jalan yang bertingkat-tingkat, ruginya berlipat-lipat. siapa aku didepan rabbku.

    ISYA...
    karena masanya yang panjang, aku membiarkan penat menghimpit dadaku, aku membiarkan kelesuan menggangguku, aku rela terlena sambil menarik selimut biru bercumbu-cumbu dengan waktu. siapa aku didepan rabbku.

    Sabtu, 25 September 2010

    pengantar filsafat

    Apakah filsafat itu?
    sejak lebih dari 20 abad yang silam, hingga kini masih di pertanyakan banyak orang, hingga kenyataan sampaisekarang ini orang mengira bahwa filsafat adalah sesuatu yang serba rahasia, mistis, dan aneh.

    ada pula yang menyangka  bahwa filsafat adalh suatu kombinasi antara astrologi, psikologi, dan teknologi.
    selain itu filsafat juga sebagai mater scientiarum atau induk segala ilmu pengetahuan, yang cukup banyak dianggap sebagai ilmu paling istimewa, ilmu yang menduduki tempat paling tinggi dari antara seluruh ilmu pengetahuan yang ada.

    Definisi filsafat...
    secara etimologis, istilah filsafat, padanan kata falsafah (bahasa arab) dan philosophy (bahasa inggris), berasal dari bahasa yunani philosophia, merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata philos, berarti kekasih dan sophia, yang artinya kebijaksanaan atau kearifan atau bisa juga berarti pengetahuan.
    jadi secara harfiah berarti yang mencintai kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan. oleh karena istilah philosophia telah di indonesiakan menjadi filsafat, dalam yogyanya di ajektivkan filsafati dan bukan filosofis. apabila mengacu kepada orangnya, kata yang tepat digunakan ialah filsuf, dan bukan filosof, kecuali bila digunakan kata filosofi dan bukan filsafat.


    aduuh..... lumayan juga!
    to be continue deeh.

    Kamis, 23 September 2010

    paradigma baru manajemen pendidikan

    PARADIGMA BARU MANAJEMEN PENDIDIKAN
    Paradigma yaitu mengubah cara berfikir agar lebih baik.
    yaitu dengan cara :
    * kompetitif, sebagai kunci utama pendidik agar dapat memenangkan persaingan, seperti: kemampuan, hasrat  (dengan adanya kemauan).
    * Berlaku fair (tidak curang)
    * Transparan (tidak sembunyi-sembunyi, tetapi terang-terangan).
    * Spesialis (masing-masing pada bidangnya)
    * Profesional
       - Berlatih
       - Pekerjaan sebagai fokus utama, bukan sambilan.
       - Pengetahuan (sciens)
       - Etika
    * Dinamis
       - inventing (breaking rules), sesuatu yang baru namun sedikit melanggar.
       - experimenting (making mistakes)
       - growing (taking risks) atau tumbuh
    * Adaprif
    yaitu bagaiman kita beradaptasi (menyesuaikan diri) terhadap lingkungan, tapi tanpa menghilangkan jati diri serta identitas diri kita.


    TUNTUTAN TERHADAP "KOMPETENSI SDM"

    Pengetahuan/wawasan global
    -konseptual yang integratif dan aplikatif.
    -orientasi pada polusi, inovasi, kreativitas.
    -nilai-nilai universal (lintas budaya)
    Keterampilan global
    -komunikasi multi budaya
    -pemanfaatan teknologi informasi (IT)
    -pengembangan intelektual
    Emotional + adversity skill
    Sikap/perilaku
    -dinamis dan flexible
    -inisiatif dan proaktif
    -inovatif dan kreatif
    -mandiri (survive)

    GAP hasil pendidikan dengan tuntutan lingkungan eksternal

    hasil pendidikan
    -texbook/teoritis/orientasi
    "intelektual skill"
    -keterampilan menyelesaikan masalah "sederhana"
    -pembentukan sikap-sikap dasar "normatif" (etika, sopan santun, disiplin, birokratis)
    -pola hubungan lebih formal dalam satu arah atau otokratis
    -sukses (hasil/prestasi belajar)
    -standar kompetitif (basic/lokal)

    TUNTUTAN EKSTERNAL

    -praktis aplikasi/orientasi "intellectual dan emotional skill"
    -masalah yang dihadapi lebih "comlex"
    -sikap sikap profesional (demokratis, produktif, kreatif, inovatif, adaptif, serta melayani).


    KEGIATAN BELAJAR

    Didalam suatu kegiatan belajar, terdapat suatu proses yang saling berhubungan. seperti:
    • Penyelesaian masalah, yaitu suatu stategi serta pedoman untuk pengambilan keputusan secara tepat.
    • Pertumbuhan pribadi, dalam pribadi manusia baik jasmani maupun rohaniah terdapat 2 bagian yang berbeda sebagai kondisi yabg menciptakan pribadi manusia berubah menuju kearah kesempurnaan, yaitu bagian kondisional pribadi manusia yang meliputi: 1.bagian pribadi material kuantitatif  2.bagian pribadi fungsional yang kualitataif.
    • Keterampilan hidup, suatu proses pengaplikasian dalam ruang belajar. seperti permainan,dll.
    • kemampuan belajar dan berfikir,
    Secara umum, kemampuan belajar seseorang hanya terdiri dari 3 faktor:
    1.        Membaca Cepat dan efektif.  Hampir semua proses belajar, akan melibatkan kegiatan ini.

    2.       Kemampuan mengingat, dan kemampuan untuk “merecall” apa yang kita ingat tersebut.
    3.       Kemampuan Berpikir cepat dan Logika yang  baik. Jika kita bisa membaca dengan cepat, maka otomatis kita akan bisa berpikir lebih cepat.

    Selasa, 21 September 2010

    Blogku

    follow my Blog!

    Algo sobre mi